Powered By Blogger

Rabu, 30 November 2011


Sejarah Singkat Shorinji Kempo



Dilahirkan di suatu desa yang terletak di suatu lereng gunung kecil di daerah administrasi Okuyama tahun, 1911. Anak sulung dari tiga bersaudara, ayahnya adalah seorang pegawai biasa. Michiomi kecil ditinggal ayahnya ketika berumur delapan tahun. Sehingga ia harus mengasuh dua adik perempuannya ketika ditinggal ibunya untuk bekerja menggantikan ayahnya. Akhirnya dua saudaranya di asuh oleh keluarga dari ibu, sedangkan Michiomi pergi ke Manchuria untuk tinggal bersama kakek dari ayahnya. Kakek Michio adalah anggota Kokyuryukai (Perkumpulan rahasia Ular Naga Hitam). Dan ia juga seorang yang ahli dalam seni beladiri (budo). Selama 7 tahun kakeknya mengajarkan permainan pedang dan seni permainan tombak, serta perkelahian tanpa senjata, Jujutsu.
Bulan mei tahun 1926 Ibu Nakano Michiomi meninggal dunia, dan iapun kembali ke Jepang. Dan pada tahun yang sama salah satu saudarinya juga menyusul ibunya, setahun kemudian, 1927, saudara satunya lagi juga meninggal dunia. Bukan suatu kebetulan juga ketika akan kembali ke Cina kakeknya juga meninggal ditahun yang sama. Kini Michiomi tinggal sebatang kara, dan iapun pergi ke Tokyo, yang pada waktu itu terjadi depresi ekonomi setelah PD I. Perekonomian tidak teratur dan angka pengangguran tinggi.

Agen Intelegent

Di usai ke 17 tahun, Januari 1928, Michiomi mendaftarkan diri masuk angkatan perang. Dan ditempatkan di Manchuria sebagai Special Expeditionary Force, agen pasukan khusus. Ditugaskan pada sekolah Taoist yang dikepalai oleh Chen Liang. Seorang anggota rahasia Perkumpulan Zaijia Li, dan kepala perkumpulan Bunga Teratai Putih (Byakuren dalam bahasa Jepang), sekolah tinju Shaolin Utara ( Shorin). Sebagai murid Chen, Michiomi mempelajari kempo (Quan Fa – Tinju), dan juga pertama kali Michiomi berkenalan dengan pengajaran Budha. Pengaruh Budha (Chan-Zen) sangat kental dengan beladiri cina. Manchuria juga yang mengorganisir waktu itu perkumpulan rahasia. Tahun 1931 Nakano Michiomi terkena tipus dan dikembalikan ke Jepang. Bergabung dengan Kesatuan Angkatan Udara I. Ketika latihan terbang malam, ia terkena seranga jantung, dan harus mendapatkan perawatan hingga 6 bulan. Para dokter memperkirakan waktu hidupnya 1 sampai 3 tahun.
Bulan Oktober 1931, Michiomi kembali ke Manchuria dan Chen, ditugaskan sebagai agen intelijen. Karena ia berpikir tidak punya umur panjang, Michiomi memilih untuk melakukan berbagai macam misi. Chen bertanya padanya, mengapa ia menginginkan kematian lebih cepat. Michiomi menceritakan apa yang telah dikatakan dokter kepadanya waktu itu. Chen berkata kepada dia, siapa yang memutuskan hidupmu hanya Cuma setahun? Nasib adalah sesuatu yang Gaib, di luar ken adalah kematian. Kamu tidak akan mati dengan seketika, kamu harus berjuang untuk hidup dengan segala usaha. Aku akan merawatmu mulai hari ini. Michionmi menjalani perawatan dengan pijatan dan teknik akupressur, dalam bahasa jepang disebut Kemyaku iho. Dan dalam istilah ShorinjiKempo sekarang disebut dengan Seiho (seitai jutsu).
Dalam melaksanakan misinya, Michiomi menyamar sebagai gelandangan, menemani Chen. Pada tahun 1932, mereka berada di Beijing, di mana gurunya Chen, Wen Taizong tinggal di sana. Wen waktu itu adalah guru besar dari sekolah Shaolin Utara “Yihemen Quan” , atau Giwamon Ken dalam bahasa Jepang. Pada waktu masih mudah, Wen adalah seorang biarawan kuil Shaolin, dan akhirnya menjadi guru besar menggantikan Huang Longbai. Lalu Wen memperkenalkan Michiomi pada Huang, dan akhirnya mengijinkan menjadi muridnya secara langsung. Huang mengajarkan Michiomi 36 macam kuncian dan teknik gulat naga, yang disebut Longxi Zhuji. Ia juga mempelajari teknik lemparan Wa Hua Quan (Goka Ken, Tinju Lima Bunga), yang akhirnya menjadi dasar prinsip lembut dan keras menjadi satu (Goju Ittai). Setelah mempelajari beladiri dari kakeknya, kemudian menguasai apa yang telah diajarkan Chen, Michiomi menerima semua pelajaran dengan cepat. Wen berpikir telah menemukan seorang yang cukup cakap. Di musim gugur 1936, Wen dan Michiomi menghidiri upacara di kuil Shaolin, Michiomi di angkat menjadi Guru Besar ke 21 dari Yihemen Quan. Wen menamai di “Doshin So”, yang berarti Yang Membantu Jalan Menuju Religius. Dan nama tersebut dipakai sepanjang sisa hidupnya.
Sejak kali pertama bergabung di kuil Shaolin, Doshin amat terkesan dengan lukisan di dinding yang melukiskan Orang India dan Biarawan Cina berlatih dengan menyenangkan dan dilakukan bersama-sama. Metode ini berlawanan denga pelatihan yang selama ini dia lakukan, dan ia mengembangkan gagasan, dimana untuk berlatih harus ada kerja sama dengan pasangannya, untuk kepentingan berdua. Dalam bahasa jepang, konsep ini dinyatakan sebagai “otagai renshu” (berlatih untuk satu sama lain), atau “jita kyuraku” (menikmati dengan orang lain).

Soviet menyerbu Manchuria

Agustus 1945, Soviet menyerbu Manchuria. Angkatan perang Jepang melarikan diri, dan meninggalkan anak-anak dan para wanita di Manchuria. Doshin So merasakan perilaku yang kurang berkenan untuk ikut meninggalkan Manchuria. Akhirnya ia mengalami dua masa pendudukan di Manchuria, yaitu masa Jepang dan masa Soviet. Ia melihat perilaku dari pemenang perang waktu itu, bagaimana cara supaya bisa mempertahankan kedudukannya, tak lain dengan menekan kaum yang lemah. Dan ia pun melihat bagaimana keberanian seseorang untuk melindungi yang lemah dengan bahkan mengorbankan diri mereka. Doshin So mengembangkan pemahamannya, bahwa kualitas seseorang bukan dari kebangsaan mereka tetapi berasal dari individu sendiri.
Ia berkata, ” Di masa damai, orang-orang dapat menyembunyikan karakter mereka asli mereka, mereka dapat menghias karakter masing masing, tetapi ketika kekacauan datang, akan terlihat karakter aslinya, tidak lagi terpengaruh oleh hukum yan ada. Aku mempelajari hal ini dari pengalaman dan penderitaan. Jika kita ingin mencapai kedamaian, tidak ada jalan/cara lain kecuali menegakkan kesadaran hukum yang kuat kuat untuk semua, tidak memihak siapapun.
Aku merasakan hal ini ketika berada di Manchuria. Sehingga jika aku dapat kembali ke Jepang, aku akan membuka sekolah swasta untuk membangun ikatan dan jiwa keberanian, serta kepercayaan di hati orang orang muda”.

Kaiso Ke Jepang

Setelah peperangan seselai, orang-orang yang berada di Cina pulang ke Jepang. So Doshin tetap tinggal di Shenyang bersama teman-temannya di masyarakat Cina. Hubungan dengan orang-orang tersebuty memungkinkan dia kembali ke Jepang lebih cepat. Temen-teman di Cina mencoba untuk membujuk agar tetap tinggal di dalam Negeri China, dengan alasan Jepang telah dihancurkan Sekutu. Kepada teman-temannya Doshin So mengatakan bahwa mungkin Jepang telah hilang, tetapi ia belum pernah hilang, dan masih sebagai orang Jepang. Ia ingin kembali ke Jepang untuk membantu, membangun kembali Jepang. So Doshin mendarat pada Sasebo, daerah di Nagasaki pada tahun 1946. Sepanjang perjalanan pulang tidak jarang ia menggunakan teknik kempo untuk menghindari gangguan dari penumpang yang lain.
Akhirnya Doshin ke kota kelahiran ibunya. Dan menginap di kemenakannya di Osaka. Ia memulai hidup baru dengan menjalankan bisnis produk bahan kimia bersama temannya dari Cina. Dari sini Doshin dapat bertahan hidup dan mendapatkan kenyamanan. Pada waktu yang sama, Doshin melihat penderitaan yang diakibatkan oleh perang, inflasi, kemiskinan, pengangguran, memicu orang melanggar hukum dan orang tidak mau mendengarkan suara hati untuk orang lain. Ia ditawari beberapa lahan di Tadotsu, suatu daerah pedesaan dan pelabuhan di pulau Shikoku, Daerah administrasi Kagawa. Dan akhirnya Tadotsu telah menjadi Mecca untuk Shorinji Kempo.

Mendirikan Shorinji Kempo

Doshin So memulai dengan membangun aula kecil, dan memberi pengajaran dan filosofi pada Oktober 1947. Pada awalnya ia tidak begitu diterima, karena dianggap orang asing di daerah tersebut, dan juga pengajaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang sudah ada. Yang datang untuk mendengarkan thanya sedikit, tapi yang kembali lagi lebih sedikit lagi.
Ketika So Doshin sedang mempertimbangkan bagaimana cara yang tepat untuk mengajarkan filosofinya, dalam suatu mimpinya ia bertemu dengan Bodhidharma, berjenggot dan berpakaian seperti biarawan budha, berjalan dengan cepat dihadapan So Doshin, ia berusaha berbicara pada Bodhidharma tetapi tidak dapat mendengarnya, Bodhidharma hanya menunjukkan satu arah dari tangannya, So Doshin berusaha memahami mimpinya. Akhirnya ia memutuskan untuk memberikan pengajaran Zen Budhisme, seperti ketika ia belajar di Kuil Shaolin. Yang kemudian ia gabungkan dengan filosofi yang pernah ia terima.Bukan pengajaran yang berhubungan dengan peperangan untuk memenangkan lawan, tetapi lebih kepada pelatihan jasmani dan peningkatan rohani untuk kemajuan bersama. Doshin akhirnya mengorganisir kembali sistem teknik yang telah ia pelajari sebelumnya dan menyelaraskan dengan pemahamannya akan Zen Budhisme.
Kota Tadotsu sedang dalam kekacauan, banyak penjahat dan pasar gelap setelah perang berakhir. So Doshin mengajarkan teknik kempo kepada muridnya dengan cepat. Dan bersama muridnya turun ke jalan untuk menantang penjahat yang ada di jalanan, karena ia berpikir, dengan pengguanaan teknik yang dikuasai untuk kebaikan hal itu adalah benar. Bersama dengan polisi setempat Doshin So berhasil mengamankan kota.
Untuk memastikan muridnya tidak kembali turun ke jalan, mereka harus bekerja terlebih dahulu. So Doshin mengajarkan teknik Beladiri dengan melatih fisik dalam format Zen. Akhirnya makin banyak murid baru yang bergabung dengan pelatihan tersebut.. Di tahun 1950, Doshin So membentuk perkumpulan yang bersifat religius, tahun 1951, resmi menjadi organisasi “Kongo Zen Sohonzan Shorinji”. Dan membentuk sekolah untuk melatih Shorinji Kempo untuk membentuk pemimpin masa depan waktu itu, yang bernama sekolah Zenrin Gakuen (akademi hutan zen), sebagai awal dari Nihon Shorinji Budo Senmon Gakko (Akademi Shorinji Kempo Jepang), yang sering disebut juga Busen (Budo Senmon).
Sebagian dari diri kalian adalah untuk orang lain, adalah satu pengajaran didalam Busen. Masing-masing individu harus berusaha hidup layak. Semboyan Shorinji Kempo dan Kongo Zen yang dikenal sampai hari ini ” Pikir separuh untuk kebahagiaan milik mu, setengah untuk kebahagiaan dari yang lain” ( Nakaba wa jiko Nakaba wa jiko shiawase wo, nakaba wa hito nakaba wa hito shiawase wo). Selama tahun 1950 an sering mengadakan demonstrasi publik untuk publik, seperti embu taikai, sehingga mempercepat pertumbuhan organisasi. Tahun 1960, Doshin So muncul di televisi nasional, sehingga semakin meningkatkan ketenaran Shorinji Kempo pada publik. Di 1963 membentuk ” Shadan Hojin Nihon Shorinji Kempo Renmei” di kuil Tadotsu, untuk mempelajari Buddhism yang dipelajari selama di kuil Shaolin Kuil, yaitu mempelajari penyelesaian suatu sengketa dengan cara penengahan lewan pengajaran Budha dan mempelajari teknik Beladiri.




PERKEMI (PERSATUAN BELADIRI KEMPO INDONESIA)
SEJARAH PERKEMI
Sejak akhir tahun 1959, pemerintah Jepang menerima mahasiwa dan pemuda Indonesia untuk belajar dan latihan sebagai salah satu bentuk pembayaran pampasan perang. Sejak itu secara bergelombang dari tahun ke tahun sampai tahun 1965, ratusan mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat kesempatan belajar di Jepang. Tidak sedikit di antara mereka itu memanfaatkan waktu senggang dan liburannya untuk belajar serta memperdalam seni beladiri seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan juga Kempo.

Sepulangnya di tanah air, mereka bukan saja menggondol ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan seni bela diri seperti tersebut di atas. Pada tahun 1964, dalam suatu acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama UTIN SAHRAS mendemonstrasikan kebolehannya bermain Kempo. Ia datang di Jepang pada tahun 1960 dan tinggal di Tokyo sebagai Trainee Pampasan.

Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu dari Sihangnya.

Untuk meneruskan warisan seni bela diri itu seperti apa yang mereka peroleh di Jepang, ketiga pemuda itu, yaitu Utin Sahras (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, bertekad melahirkan dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia), dan resmi dibentuk pada tanggal 2 Februari 1966. Kini PERKEMI telah melahirkan ribuan kenshi yang tersebar diseluruh Indonesia.

Selain itu merupakan salah satu organisasi induk yang bernaung di bawah KONI Pusat, PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WOSKO (World Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.

Sejak tahun 1966 sampai tahun 1976, PB. PERKEMI mengadakan pemilihan pengurus setiap dua tahun sekali. Tapi sejak tahun 1976 sampai sekarang masa bakti pengurus berlangsung selama empat tahun.

Sejak didirikannya pada tanggal 2 Februari 1996, PB. PERKEMI telah banyak melakukan kegiatan yang sifatnya lokal, nasional dan internasional. Tahun 1970 telah diselenggarakan Kejauraan Nasional Kempo yang pertama di Jakarta, dan sampai sekarang masih terus berlanjut. Begitu juga dengan Kejuaraan antar Perguruan Tinggi, dimana diadakan pertama kalinya pada tahun 1971 yang sampai sekarang berjalan terus setiap dua tahun sekali.